Rabu, 28 Desember 2011

deteksi asetin


I.                   PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
            Setiap jenis minyak atsiri mempunyai sifat khas tersendiri dan sifat ini tergantung dari persenyawaan kimia yang menyusunnya. Sifat-sifat khas dan mutu minyak dapat berubah mulai dari minyak yang masih berada dalam bahan yang mengandung minyak, selama proses ekstraksi, penyimpanan dan pemasaran. Karena itu penilaian mutu perlu dilakukan dengan cara menganalisa sifat fisiko kimianya.
            Ester asam asetat dari gliserin kadang-kadang dipergunakan sebagai pemalsu untuk menaikkan kadar ester. Penambahan minyak terpentin sebagai bahan pemlsu, umumnya mengurangi bobot jenis serta mempengaruhi kelarutan dan putaran optik sebagaian besar minyak atsiri. Adanya terpentin dalam minyak atsiri yang tidak mengandung komponen pinena alamiah dibuktikan cara-cara pemisahan dan identifikasi alpha-pinena, yang merupakan komponen utama minyak terpentin.
Minyak kayu putih adalah hasil penyulingan daun dan ranting berupa tanaman tersebut. Untuk itu dipetik daun dan ranting yang segar. Minyak kayu putih mengandung cineol (kayu putol) kadar keseluruhan termasuk C10H13O antara 50-65% dan terpinol bebas atau sebagai ester dengan asam cuka, asam mentega dan asam valerat.
Mutu minyak kayu putih diklasifikasikan menjadi dua, yaitu mutu Utama (U) dan mutu Pertama (P). Keduanya dibedakan oleh kadar cineol, yaitu senyawa kimia golongan ester turunan terpen alkohol yang terdapat dalam minyak atsiri seperti kayu putih. Minyak kayu putih mutu U mempunyai kadar cineol ≥ 55%, sedang mutu P kadar cineolnya kurang dari 55%.

1.2 Tujuan Percobaan
            Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa (praktikan) mengetahui dan mendeteksi adanya pemalsuan dari suatu minyak.

II. TINJAUAN PUSTAKA


Untuk mendeteksi kerusakan dan pemalsuan dari minyak atsiri, pengujian yang terpenting adalah sifat fisiko-kimia dari minyak atsiri yang dihasilkan. Penentuan bobot jenis, putaran optik, kelarutan dalam alkohol, dan indeks bias ditentukan secara rutin untuk semua jenis minyak, cairan solat dan sintetik. Uji khusus lainnya dapat pula dilakukan (misalnya kadar eter, penentuan total alkohol, titik beku, residu penguapan dan hal ini tergantung pada jenis bahan) (Guenther,1987).
Pemeriksaan secara organoleptik biasanya dilakukan dengan cara mencium bau (odor) dari minyak yang menguap diatas kertas kembang (blotting paper). Cara pengujian ini dapat menetukan mutu dan memalsukan minyak atsiri secara kwantitatif. Pemalsuan minyak dengan cara penambahan bahan yang mudah menguap dapat terdeteksi dengan cara mengeringkan kertas kembang tersebut (Ketaren, 1981).
Dalam dunia perdagangan, minyak kayu putih dikenal dengan nama cajuput oil atau maleuca oil yang diperoleh dari hasil penyulingan daun kayu putih (segar). Standar mutu minyak kayu putih menurut EOA adalah sebagai berikut warna: cairan yang berwarna kuning atau hijau serta kelarutan dalam alkohol 80% : larut dalam 1 volume. Untuk mempertahankan mutu, sebaiknya minyak kayu putih disimpan dalam drum berlapis timah putih (Lutony dan Rahmawati, 2002).
Keuntungan senyawa aroma hasil ekstraksi adalah dapat digunakan untuk menambah aroma dari bahan-bahan lain. Senyawa aroma yang sering kali diekstraksi adalah oleoresin dari tumbuh-tumbuhan dan rempah-rempah. Usaha-usaha mengekstraksi senyawa aroma dari bahan-bahan pangan meningkat sejalan dengan usaha untuk mengidentifikasi senyawa dari aroma tersebut ( Winarno, 1997).
Rendemen minyak nilam dapat ditingkatkan dengan penanganan bahan baku yang tepat. Menurut Hernani dan Risfaheri (1989), rendemen minyak nilam tertinggi didapat dari kombinasi perlakuan lama penjemuran 2 jam dan pelayuan 9 hari. Kadar patchouli alkohol tertinggi diperoleh dari kombinasi perlakuan penjemuran 6 jam dan pelayuan 9 hari. Makin tinggi kadar patchouli alkohol makin tinggi pula mutu minyaknya (Hernani dan Risfaheri. 1989).



























III. METODE PERCOBAAN


3.1 Bahan dan Alat
            Bahan yang digunakan adalah minyak kayu putih berbagai merk ( cap ayam, cap konicare, cap lang dan minyak katu putih fitocare), alkohol, phenolphthalein, etanol, NaoH beralkohol.
            Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah beaker glass, corong pisah, pipet tetes, penangas uap, erlenmeyer.

3.2 Cara Kerja
1.      Dikocok 20 ml minyak dengan 40 ml alkohol dalam gelas tertutup, kemudian masukkan kedalam corong pisah.
2.      Ditambahkan 30 ml etanol dengan pipet tetes, jika campuran terpisah sempurna
3.      Dinetralkan larutan tersebut dengan cara meniternya dengan larutan NaOH 0,5 N dan sebelumnya ditambahkan beberapa tetes phenolphthalein sebagai indikator.
4.      Ditambahkan 5 ml larutan NaOH beralkohol dan dipanaskan campuran tersebut diatas penangas uap selama 1 jam.
5.      Diangkat labu dan dibiarkan campuran tersebut dingin.
6.      Dititrasi kelebihan alkali dengan larutan HCL 0,5 N.








IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


A. Data Hasil Pengamatan
Berikut ini adalah data hasil pengamatan yang diperoleh dari percobaan:
Klp
Bahan
Alkohol
(ml)
NaOH
0,5 %
(ml)
HCL
0,5 N
(ml)
Warna
Kadar asetin
1
2
3
4
1
MKP cap lang
70 ml
1 ml
2 ml
Hijau kekuningan
Hijau keruh
Merah hati muda
Kuning keruh
0,659%
2
MKP cap ayam
40 ml
1,1 ml
3,3 ml
Hijau muda bening
Hijau muda keruh
Merah marun
Coklat muda
0,463%
3
MKP cap conicare
20 ml
0,6 ml
1,3ml
Kuning
Kuning keruh
Merah hati muda
Kuning keruh
0,364%
4
MKP cap fitocare
40 ml
1,7 ml
2,6ml
Hijau bening
Hijau bening
Merah hati muda
Kuning keruh
0,365%

B. Pembahasan
            Asetin merupakan ester asam asetat. Asetin sebagian besar digunakan sebagai bahan pemalsu minyak atsiri. Tujuan ditambahkan asetin kedalam minyak atsiri adalah untuk menaikkan kadar ester dalam minyak tersebut. Pada  umumnya akan mengurangi bobot jenis serta mempengaruhi kelarutan dan putaran optik pada sebagian besar minyak atsiri. Asetin juga mempunyai sifat relatif larut dalam air maka zat tersebut mudah dicuci dan diuji, asetin juga mempunyai kelarutan yang paling kecil triasetin karena hanya larut dalam air dalam jumlah sekitar 7% sehingga asetin dapat dipisahkan dengan pelarut alkohol.
Pada percobaan ini setelah ditambahkan 5 ml larutan NaOH beralkohol dilakukan pemanasan diatas penangas uap atau kompor selama 1 jam, hal ini bertujuan untuk melarutkan NaOH-beralkohol yang ada dalam kandungan  minyak tersebut dan untuk melepaskan asetin. Kalau tidak dipanaskan maka NaOH-beralkohol yang ada dalam minyak atsiri tidak akan larut.
Persenyawaan alkohol merupakan salah satu komponen yang menyusun minyak atsiri, alkohol tertier dalam minyak dapat ditentukan jumlahnya dengan cara mereaksikannya dengan asetat anhidrat sehingga terbentuk ester. Jumlah ester yang terbentuk dapat ditentukan dengan reaksi penyabunan. Jumlah alkohol primer dan sekunder dapat ditentukan dengan menggunakan pereaksi ftalat anhidrida.
Berikut ini adalah rumus struktur umum asetin:

                                          O 
    H3CO                                                                                                   OCH3           









 

   HO                                                                       OH
              

                                                            
                         
        GVT-O
                                          O             O
                                                                                                                                          OCH3   









 

                                                                                               OH                      
           

Antara minyak dan alkohol akan mengalami pemisahan, hal ini mungkin disebabkan karena konsentrasi alkohol yang terlalu tinggi. Minyak atsiri dapat larut dalam alkohol pada perbandingan dan konsentrasi tertentu. Dengan demikian dapat diketahui jumlah dan konsentrasi alkohol yang dibutuhkan untuk melarutkan secara sempurna sejumlah minyak atsiri. Pada dasarnya minyak atsiri yang mengandung persenyawaan “oksigenated terpene” lebih mudah larut dari pada yang mengandung terpene. “oksigenated terpene”, komponen kimia dari golongan persenyawaan ini terbentuk dari unsur carbon, hydrogen dan oksigen. Persenyawaan yang termasuk dalam golongan ini adalah alkohol, aldehida, keton, oksida, ester dan ether. Ikatan atom karbon yang terdapat dalam molekulnya dapat terdiri dari ikatan jenuh dan ikatan tidak jenuh. Persenyawaan yang mengandung ikatan tidak jenuh umumnya tersusun dari terpene. Komponen yang lainnya terdiri dari persenyawaan fenol, asam organik yang terikat dalam bentuk ester misalnya lakton, coumarin dan turunan dari furan misalnya quinines. Berbagai komponen kimia dalam kedua golongan persenyawaan ini berbau wangi khas yang berbeda-beda pada setiap jenis minyak yang berlainan.
Dari keempat bahan yang diuji, bahan yang paling baik adalah minyak kayu putih cap conicare, karena kemurnian minyak dapat dilihat dari segi  jumlah kadar asetin yang diperoleh yaitu sekitar 0,364%. Jika kadar asetin sedikit berarti minyak tersebut sedikit ditambahkan bahan pemalsu, sedangkan bahan yang lain, kadar asetinnya tinggi sehingga lebih banyak mengandung bahan pemalsu yang ditambahkan kedalam minyak tersebut dan kemurniannya kurang. Dari segi lain kemurnian minyak dapat ditentukan dengan penentuan berat jenis karena penentuan berat jenis adalah salah satu dari cara analisa yang dapat menggambarkan kemurnian minyak. Jika analisa kemurnian minyak dilakukan bukan secara kimia misalnya dengan melihat warna minyak dan kejernihan minyak, itu akan sulit karena kita tidak bisa mendeteksi kandungan apa aja yang terkandung dalam minyak tersebut, sedangkan dengan cara kimia akan lebih mudah karena pungujiannya memakai alat atau pun dengan pelarut yaitu dengan penentuan berat jenis, putaran optik, indeks bias, kelarutan dalam alkohol, bilangan asam, pengujian dengan uji organoleptik, berdasarkan sifat fisiko kimia dan analisa dengan kromatografi kertas.
Berikut ini adalah uji-uji lain yang dilakukan untuk mendeteksi pemalsuan selain uji asetin antara lain:
«  Deteksi rosin
# Deteksi rosin dalam balsam dan gum
# Deteksi rosin dalam minyak Cassia
# Deteksi rosin dalam minyak jeruk.
«  Deteksi terpinil asetat
«  Deteksi minyak terpentin
«  Deteksi etil alkohol
«  Deteksi metil alkohol
«  Deteksi ester bertitik didih tinggi
# Deteksi berbagai macam ester
# Deteksi Fthalat
«  Deteksi minyak mentha arvensis
«  Dan lain-lain.













V. PENUTUP


5.1 Kesimpulan
            Adapun kesimpulan yang diperoleh dari percobaan ini adalah:
  • Asetin merupakan ester asam asetat. Asetin sebagian besar digunakan sebagai bahan pemalsu minyak atsiri.
  • Tujuan ditambahkan asetin kedalam minyak atsiri adalah untuk menaikkan kadar ester dalam minyak tersebut.
  • Asetin juga mempunyai sifat relatif larut dalam air maka zat tersebut mudah dicuci dan diuji, asetin juga mempunyai kelarutan yang paling kecil triasetin karena hanya larut dalam air dalam jumlah sekitar 7% sehingga asetin dapat dipisahkan dengan pelarut alkohol.
  • Asetin juga mempunyai sifat relatif larut dalam air maka zat tersebut mudah dicuci dan diuji, asetin juga mempunyai kelarutan yang paling kecil triasetin karena hanya larut dalam air dalam jumlah sekitar 7% sehingga asetin dapat dipisahkan dengan pelarut alkohol.
  • Tujuan dilakukan pemanasan selama 1 jam adalah  untuk melarutkan NaOH-beralkohol yang ada dalam kandungan  minyak tersebut dan untuk melepaskan asetin. Kalau tidak dipanaskan maka NaOH-beralkohol yang ada dalam minyak atsiri tidak akan larut.
  • Dari keempat bahan yang diuji, bahan yang paling baik adalah minyak kayu putih cap lang, karena kemurnian minyak dapat dilihat dari segi  jumlah kadar asetin yang diperoleh yaitu sekitar

5.2 Saran
            Sebaiknya percobaan dari praktikum teknologi pengolahan minyak atsiri dan kosmetika ditambah jangan hanya 5 judul saja.


DAFTAR PUSTAKA
Guenther, E. 1987. Minyak Atsiri Jilid I. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Hernani dan Risfaheri. 1989. Pengaruh Perlakuan Bahan Sebelum Penyulingan Terhadap Rendemen dan Karakteristik Minyak Nilam. Pemberitaan Penelitian Tanaman IndustriXV(2): 84-87.
Ketaren, S. 1981. Minyak Atsiri. Jurusan Teknologi Industri Fakultas Teknologi Pertanian – IPB, Bogor.
Lutony, T.L. dan Yeyet Rahmayanti. 2002. Produksi Dan Perdagangan Minyak Atsiri. Penebar Swadaya.
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan Dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.























Tidak ada komentar:

Posting Komentar